Jumat, 26 April 2013
Tugas 2
TOKOH WAYANG BIMA
Bima (Sanskerta: Bhima) atau Bimasena (Sanskerta: Bhimaséna) adalah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Ia dianggap sebagai seorang tokoh heroik. Ia adalah putra Dewi Kunti dan dikenal sebagai tokoh Pandawa yang kuat, bersifat selalu kasar dan menakutkan bagi musuh, walaupun sebenarnya hatinya lembut. Ia merupakan keluarga Pandawa di urutan yang kedua, dari lima bersaudara. Saudara se’ayah’-nya ialah wanara yang terkenal dalam epos Ramayana dan sering dipanggil dengan nama Hanoman. Akhir dari riwayat Bima diceritakan bahwa dia mati sempurna (moksa) bersama ke empat saudaranya setelah akhir perang Bharatayuddha. Cerita ini dikisahkan dalam episode atau lakon Prasthanikaparwa. Bima setia pada satu sikap, yaitu tidak suka berbasa basi dan tak pernah bersikap mendua serta tidak pernah menjilat ludahnya sendiri.
Arti
nama Kata bhima dalam bahasa Sanskerta artinya kurang lebih adalah
“mengerikan”. Sedangkan nama lain Bima yaitu Wrekodara, dalam bahasa
Sanskerta dieja v?(ri)kodara, artinya ialah “perut serigala”, dan
merujuk ke kegemarannya makan. Nama julukan yang lain adalah Bhimasena
yang berarti panglima perang.
Kelahiran Dalam
wiracarita Mahabharata diceritakan bahwa karena Pandu tidak dapat
membuat keturunan (akibat kutukan dari seorang resi di hutan), maka
Kunti (istri Pandu) berseru kepada Bayu, dewa angin. Dari hubungan Kunti
dengan Bayu, lahirlah Bima. Atas anugerah dari Bayu, Bima akan menjadi
orang yang paling kuat dan penuh dengan kasih sayang.
Bima
adalah seorang tokoh yang populer dalam khazanah pewayangan Jawa. Suatu
saat mantan presiden Indonesia, Ir. Soekarno pernah menyatakan bahwa ia
sangat senang dan mengidentifikasikan dirinya mirip dengan karakter
Bima.
Sifat Bima
memiliki sifat gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh dan jujur, serta
menganggap semua orang sama derajatnya, sehingga dia digambarkan tidak
pernah menggunakan bahasa halus (krama inggil) atau pun duduk di depan
lawan bicaranya. Bima melakukan kedua hal ini (bicara dengan bahasa
krama inggil dan duduk) hanya ketika menjadi seorang resi dalam lakon
Bima Suci, dan ketika dia bertemu dengan Dewa Ruci. Ia memiliki
keistimewaan dan ahli bermain gada, serta memiliki berbagai macam
senjata, antara lain: Kuku Pancanaka, Gada Rujakpala, Alugara, Bargawa
(kapak besar) dan Bargawasta. Sedangkan jenis ajian yang dimilikinya
antara lain: Aji Bandungbandawasa, Aji Ketuklindu, Aji Bayubraja dan Aji
Blabak Pangantol-antol.
Bima
juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu: Gelung
Pudaksategal, Pupuk Jarot Asem, Sumping Surengpati, Kelatbahu
Candrakirana, ikat pinggang Nagabanda dan Celana Cinde Udaraga.
Sedangkan beberapa anugerah Dewata yang diterimanya antara lain: Kampuh
atau Kain Poleng Bintuluaji, Gelang Candrakirana, Kalung Nagasasra,
Sumping Surengpati dan Pupuk Pudak Jarot Asem.
Istri
dan keturunan Bima tinggal di kadipaten Jodipati, wilayah Indraprastha.
Ia mempunyai tiga orang isteri dan 3 orang anak, yaitu:
- Dewi Nagagini, berputera (mempunyai putera bernama) Arya Anantareja,
- Dewi Arimbi, berputera Raden Gatotkaca dan
- Dewi Urangayu, berputera Arya Anantasena.
Tugas 2
Cara Menghadapi Era Globalisasi
1. Menyaring budaya asing yang masuk ke negara kita harus yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
2. Mencintai atau membeli produk dalam negeri sendiri.
3. Meningkatkan produksi dalam negeri agar dapat bersaing dengan produksi negara negara maju.
4. Berusaha mengikuti perkembangan IPTEK
5. dan yang paling penting meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan YME.
6. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.
7. Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.
8. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.
9. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar- benarnya dan seadil- adilnya.
10. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.
Tugas 2
Perdukunan di era globalisasi
Sekarang ini kata “Globalisasi” sepertinya sudah sangat tidak asing didengar. Globalisasi adalah adalah suatu proses di mana antar individu, antar kelompok, dan antar negara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas Negara. Globalisasi sendiri memiliki suatu dampak, baik dampak negative maupun dampak positif. Globalisasi menyebabkan modernisasi di suatu Negara, menyebabkan pergeseran nilai dan budaya masyarakat yang semula irasional menjadi rasional. Selain itu, salah satu dampak positif globalisasi adalah menjadi lebih berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mendorong setiap Negara untuk lebih maju.
Negara Indonesia sendiri sepertinya merupakan salah satu Negara yang mengalami dampak tersebut. Sangat terlihat bahwa perkembangan teknologi di Indonesia sekarang ini sangat meningkat. Masyarakat Indonesia sekarang ini juga umumnya lebih berfikir secara rasional. Jika difikir kembali, sebelum terjadi globalisasi banyak masyarakat Indonesia yang bisa dibilang berfikir secara irasional. Hal-hal tersebut bisa dibuktikan dengan banyaknya mitos-mitos yang beredar di Indonesia.
Mitos-mitos tersebut umumnya mengandung unsur gaib yang tidak dapat dijelaskan secara pasti, berbeda dengan ilmu pengetahuan tentunya. Di Indonesia, hal-hal gaib tersebut pun dapat dijadikan sumber “mata pencaharian” bahkan hingga sekarang yang notabene-nya sudah masuk di era globalisasi yang modern. Salah satu “mata pencaharian” itu adalah dukun.
Pada mulanya Dukun adalah orang-orang penolong tanpa pamrih. Dengan adanya Penipu yang menyamar sebagai Dukun ini maka dikenalah istilah Perdukunan yang nilainya negatif di masyarakat luas yaitu diasosiakan sebagai Seorang penipu. Sayangnya di Indonesia sekarang ini pun masih banyak masyarakat yang percaya dengan keterampilan seorang dukun. Dukun yang terkenal di Indonesia biasanya adalah dukun yang menurut pemberitaan, merupakan dukun yang bisa menyembuhkan penyakit. Banyak masyarakat berbondong-bondong untuk berobat kepada dukun tersebut tanpa memikirkan tentang rasional atau tidakkah pengobatan yang diberikan oleh si dukun, yang penting mereka bisa sembuh. Terkadang banyak juga yang memilih dukun dibandingkan dokter karena menilai bahwa diagnosa dokter yang berdasarkan ilmu pengetahuan tidak dapat menyembuhkan penyakit.
Jadi jika difikir lagi, apakah Negara Indonesia sudah sepenuhnya masuk kedalam era globalisasi? Sepertinya tidak. Memang dari segi teknologi dan modernisasi kehidupan Negara Indonesia mengalaminya, tetapi untuk pergeseran nilai dan budaya yang irasional menjadi rasional sepertinya belum sepenuhnya. Terutama dalam hal kesehatan. Sepertinya masyarakat Indonesia tidak cukup peduli dengan cara penyembuhan apa, selama mereka bisa sembuh.
Langganan:
Postingan (Atom)